Tanpa Pestisida, Produksi Bisa Hilang 50%

Ketahanan pangan menjadi salah satu program Presiden Jokowi untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri. Jika produksi meningkat maka diharapkan kesejahteraan petani juga akan meningkat.

Ketahanan pangan membicarakan bagaimana pola bertani yang benar, bertanggung jawab, dan tepat karena tujuannya bukan hanya melindungi tanaman tapi juga manusianya. Yang terjadi saat ini adalah pengetahuan dan keteranpilan petani masih jauh dari yang diharapkan. Sehingga diperlukan usaha bersama dari pemerintah, industri, petani, dan lembaga terkait lainnya untuk meningkatkan kapasitas petani dalam menggunakan produk perlindungan taman dan mempraktikan teknik bertani yang tepat agar mencapai target produksi pertanian nasional,

Meningkatnya populasi di Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan dan diiringi juga dengan meningkatnya kebutuhan papan. Akibatnya, hampir 100 hektar pertanian hilang setiap tahunnya karena beralih fungsi untuk jalan, rumah, apartmen, perkantoran, dan lain-lain. Prof. Dr. Ir. Dadang, Msc., Guru Besar Fakultas Ilmu Pertanian Institu Pertanian Bogor, mengatakan setidaknya ada 23 kesalahan petani dalam pemakaian pestisida sehingga tidak efektif, efisien, dan aman. “Penggunaan pestisida itu legal, ada undang-undangnya. Tapi, banyak petani yang tidak menggunakan pestisida tidak benar. Misalnya, petani yang mencampurkan semua jenis pestisida, penggunaan pestisida yang tidak tepat, dan masih banyak lagi,” jelasnya.

CropLife Indonesia, salah satu asosiasi industri di Indonesia sejak 26 tahun lalu bergerak di bidang perlindungan tanaman, menyadari kendala ini. Oleh karena itu, melalui inisiatifnya yang disebut Stewardship, CropLife Indonesia memberikan pendampingan bagi petani di Indonesia melalui berbagai program pelatihan,seperti praktik pertanian yang tepat, termasuk penggunaan perlindungan tanaman yang bertanggungjawab, sehingga petani dapat meningkatkan produksinya dan mendukung pencapaian target nasional dalam hal ketahanan pangan.

“Tanpa pestisida, produksi bisa hilang 40-50%. Rendahnya pengetahuan petani mengenai penggunaan pestisida dapat dipahami karena minimnya informasi yang tersedia dan sedikitnya program edukasi yang dapat menjangkau para petani. Belum lagi masalah kebiasaan petani yang sulit diubah,” ujar Midzon Johannis, Ketua Umum CropLife Indonesia. Melalui program Stewardship yang sudah dilakukan sejak tahun 2001, CropLife Indonesia mendorong kemitraan antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan industri demi mencapai produksi pertanian yang maksimal, berkelanjutan, dan aman bagi lingkungan. Program Stewardship CropLife terfokus pada pengendalian hama yang terintegrasi, praktik pertanian yang tepat, serta pendistribusian dan penggunaan pestisida yang sesuai dengan kode etik internasional.

“Dengan adanya pengetahuan dan penyuluhan kepada petani, salah satunya melalui program pendampingan seperti Stewardship, diharapkan pengetahuan yang dimiliki petani tentang pestisida yang tepat dan benar nantinya akan mempengaruhi penggunaan pestisida di lahan pertanian sehingga resiko penggunaannya dapat diatasi dengan lebih baik.” lanjut Dadang.

Beberapa kegiatan Stewardship CropLife Indonesia diantaranya pelatihan bagi petani terkait penggunaan knapsack sprayer untuk menghindari kebocoran pestisida melalui kerjasama dengan Badan Perlindungan Tanaman Pertanian Kabupaten Garut, Universitas Garut (UNIGA) dan Golden Agin, produsen sprayer tangan. Dari pelatihan ini, petani di Garut menyadari akan kerugian yang dapat ditimbulkan dari kebocoran sprayer terhitung senilai Rp 10 ribu per hari.

Petani kini sadar bahwa penggunaan knapsack sprayer yang tepat dapat mengurangi biaya pengeluaran produksi pertanian sehingga pendapatan mereka dapat meningkat dan mereka pun dapat memperoleh akses ke pasar ekspor yang lebih menguntungkan. Contoh program lain yang menekankan tata cara bercocok tanam yang baik (good agricultural practices) antara lain CocoaSafe Indonesia, yaitu peningkatan kapasitas dan pertukaran pengetahuan tentang isu phytosanitary pada kakao yang diadakan melalui kerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI) dan didukung oleh Commonwealth Agricultural Bureau International. (EVA).

sumber: swa.co.id

Leave a Comment

Your email address will not be published.