Pengawasan Produk Palsu dan Ilegal Perlu Sinergi Lintas Sektoral

JAKARTA, investor.id – Petani bawang merah di Kabupaten Brebes mengeluarkan dana sekitar Rp 900 miliar setiap tahunnya untuk membeli pestisida. Ironisnya biaya sebesar itu bisa jadi “sia-sia” karena beredarnya produk pestisida palsu dan ilegal.

Demikian disebutkan Ir Yulia Hendrawati Msi, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk “Sinergi Lintas Sektoral dalam pengawasan produk palsu dan illegal guna mendukung pertanian berkelanjutan” di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Brebes yang menjadi sentra bawang merah terbesar di Indonesia ini mempunyai lahan produktif lebih dari 30.000 ha dan menjadi pemasok utama kebutuhan bawang merah terutama di Pulau Jawa. Selain bawang merah, Pulau Jawa mempunyai banyak sentra komoditas pertanian yang tentu menjadi ladang bisnis menggiurkan bagi para pengusaha.

Tak heran jika hal ini memancing para sindikat pemalsuan produk pestisida untuk ikut mencari keuntungan dengan cara merugikan para pelaku usaha dan terutama pera petani, sasaran produk yang manjadi target pemalsuan biasanya produk premium yang mempunyai harga mahal dan laku di pasaran (fast moving).

Terkait maraknya pestisida palsu dan ilegal ini, Kementerian Pertanian sebenarnya sudah membuat peraturan tentang peredaran pestisida yang terdaftar dan mendapatkan ijin edar.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dalam sambutan yang dibacakan Direktur prasarana dan sarana pestisida Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Dr Ir Muhrizal Sarwani MSc menyebutkan bulan Mei 2019 terdapat 4.646 formulasi pestisida yang terdaftar di kementan dan ada 1.700 formulasi yang ditarik karena sudah dicabut ijinnya karena ilegal dan habis masa berlakunya.

“Kementrian pertanian dan Polri sudah mempunyai koordinasi dengan membentuk satuan tugas (Satgas) pangan yang mempunyai prioritas pengawasan terhadap sembako, saprodi dan juga pestisida,” katanya.

Pada bulan Februari lalu, Dinas pertanian Kabupaten Brebes berkolaborasi dengan Polri dan kejaksaan setempat berhasil membongkar sindikat peredaran pestisida palsu dan menyeret para pelaku ke depan pengadilan dan akhirnya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Peristiwa ini menjadi sebuah prestasi karena baru pertama kali kasus pestisida palsu berhasil mendapat perhatian dan disidangkan.

AKBP Tri Agung yang hadir mewakili Kapolres Brebes sekaligus untuk menerima penghargaan dari CropLife Indonesia menjelaskan bagaimana kronologis terbongkarnya sindikat pemalsuan produk ini.

“Berawal dari anjloknya harga bawang merah di wilayah tersebut dimana akhirnya Kapolres Brebes AKBP Aris Supriyono selaku bersama ketua Satgas ketahanan pangan polres melakukan audiensi kepada petani sehingga didapatlah informasi bahwa terdapat produk pestisida palsu yang beredar”.

“Hasil pengamatan yang dilakukan oleh petani terhadap produk palsu menjadi salah satu titik tumpu untuk membongkar sindikat pemalsuan pestisida palsu. Setelah melakukan pengintaian selama 3 hari secara intensif akhirnya dapat dibongkar pola distribusi dari gerakan sindikat ini yang akhirnya diketahui bahwa produk-produk palsu tersebut berasal dari Bandung. Akhirnya sebanyak 1031 produk palsu dapat diamankan dari berbagai merk dan produsen. Sindikat ini diketahui tidak bekerja secara individu dan mempunyai jaringan yang luas,” lanjutnya.

AKBP Tri Agung menegaskan tanpa kolaborasi dan sinergi dari stakeholder maka pemecahan kasus ini tidak akan bisa terjadi.

Mayang Sari Marchainy, anggota komite CropLife Indonesia dari Pt. Corteva Indonesia menyebutkan secara global setidaknya US$ 6,5 miliar keuntungan yang dapat diperoleh oleh pelaku pemalsuan pestisida di seluruh dunia. Selain pasti merugikan petani karena berdampak langsung pada hasil produksi, hal ini juga merugikan lingkungan, apalagi jika produk tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya yang seharusnya dilarang edar.

Maka sinergi lintas sektoral ini sangat perlu dilakukan untuk menjalin koordinasi dan kolaborasi yang disepakati oleh semua stakeholders agar saling terhubung, hal ini penting dalam upaya penanganan kasus pemalsuan produk pestisida ini.

“Perlu perjalanan panjang dan biaya yang sangat besar untuk menemukan pestisida yang efektif. Banyak uji yang dilakukan, dari mulai biologis, kimiawi dan morfologis. Industri pestisida adalah industri yang sangat besar dan mahal,” ujar Mayang, salah satu komite CropLife Indonesia dalam acara seminar nasional tersebut.

“Impact negative terutama untuk manusia, makanan dapat terpapar bahan kimia yang illegal yang tidak melalui assessment dan uji yang tidak diketahui bahan aktifnya/ bahan aktif berbahaya. Namun kerusakanya bisa menyerang petani dan lingkungan, musuh alami banyak terancam dan tidak dapat dimonitor,” jelas Mayang juga menyebutkan bahwa kerugian yang paling besar adalah potensi hilangnya pajak negara bagi pemerintah.

Sedangkan Kukuh Ambar Waluyo, Chairman CropLife Indonesia mengatakan bahwa sinergi lintas sektoral menjadi salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menjalin koordinasi dan kolaborasi yang disepakati oleh semua stakeholders agar saling terhubung, hal ini penting dalam upaya penanganan kasus pemalsuan dan produk pestisida Ilegal ini.

Selain itu kegiatan ini juga merupakan salah satu media untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman antara para stakeholders tentang upaya penanganan pestisida palsu dan ilegal juga untuk menciptakan sinergi agar di kemudian hari dapat menekan tingkat pemalsuan pestisida di Indonesia.

Di akhir kegiatan seminar nasional tersebut, dilakukan penandatangan kesepahaman oleh Ketua KP3 Pusat (Dirjend Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian) dan beberapa perwakilan lintas kementerian (Bareskrim Polri, kementerian Perindustrian, kementerian Kesehatan, Kejaksaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) dan CropLife Indonesia mewakili sektor swasta.

Selain itu seluruh anggota dari CropLife Indonesia yang terdiri dari; BASF, Bayer, Corteva, FMC, Nufarm dan Syngenta, juga mempunyai komitmen dan tanggung jawab dalam memperkenalkan teknologi perlindungan tanaman yang aman, efektif dan efisien serta berkelanjutan melalui edukasi praktek pertanian yang baik (GAP) dan Praktek Penggunaan Pestisida yang Baik (GPP) yang terangkum dalam kegiatan Stewardship (Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu, Alat Pelindung Diri, Perawatan alat semprot, label dan lima atura utama pestisida), Anti-Pemalsuan dan Pengelolaan Resistensi. (gr)

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Pengawasan Produk Palsu dan Ilegal Perlu Sinergi Lintas Sektoral”

Sumber: https://investor.id/business/pengawasan-produk-palsu-dan-ilegal-perlu-sinergi-lintas-sektoral

Leave a Comment

Your email address will not be published.