Bagaimana Kelanjutan Nasib Taman Teknologi Pertanian Riau

Di seberang hamparan padi ladang, persis di tepi jalan Kampung Muara Kelantan, Kecamatan Sungai Mandau, Siak, Riau, berdiri bangunan macam laboratorium pertanian. Pada rak besi di sudut ruangan sebelah pintu masuk, ada beberapa bungkus benih padi, tepung ubi dan beberapa botol pupuk cair. Di lantai, ada beberapa ikat batang padi berkode.

Di luar, ada pohon alpukat, belimbing dan pepaya. Ada kandang itik tetapi kosong. Petani sekitar, juga menyumbang dua hektar lahan untuk tanam padi, bawang merah dan mentimun.

Itulah Taman Teknologi Pertanian (TTP). Ia dibangun oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau untuk pembenihan padi, holtikultura, buah-buahan dan itik. TTP ini, mengembangkan bibit-bibit lokal unggulan, antara lain, padi dari Balai Besar Padi Sukamandi dan buah-buahan dari Balai Penelitian Buah Sumatera Barat.

BPTP gunakan benih berlabel untuk ditanam kembali di lahan petani. Hasilnya, uji kembali di Balai Perbenihan Riau untuk dapatkan benih turunan yang punya label sendiri.

Pendampingan petani berlanjut pasca panen seperti pemasaran hasil pertanian. Tujuan, menciptakan petani wirausaha dengan produk sendiri.

BPTP juga mengenalkan cara perkawinan silang itik mojosari dan itik alabio, masa-masa perawatan sampai itik bertelur. Juga cara menyeleksi telur dan melihat jenis kelamin itik dari telur sebelum penetasan. Termasuk cara pakai inkubator untuk penetesan telur. Tipe lahan pasang surut di Muara Kelantan, dinilai cukup mendukung kegiatan ini.

Nana Sutrisna, Kepala BPTP, mengatakan, fungsi TTP sebagai sarana pelatihan, pemagangan, pusat diseminasi teknologi dan pusat bisnis masyarakat bidang pertanian.

Selama dua tahun penyuluh BPTP berkegiatan di sana, petani diajak bermitra dan dibimbing mengembangkan pertanian. Mereka ada yang diajak ke luar kota untuk praktik langsung. Darnawi, penanggungjawab kelompok perbenihan belajar tanam bawang di Brebes. “Lumayan, bisa dijual ke penduduk sini,” katanya.

Sejak BPTP menyerahkan pengelolaan TTP ke Pemerintah Siak, lewat UPTD Pertanian, akhir tahun lalu, belum ada kegiatan apapun. Agus Salim, penyuluh BPTP Riau, mengatakan, apa yang telah dirancang harus lanjut.

Riyanto, Kepala UPTD Teknologi Mekanisasi Pertanian yang bertanggung mengelola TTP, masih menyusun rencana kegiatan sembari menunggu kucuran anggaran. “Penyerahan akhir tahun, belum sempat dianggarkan APBD,” katanya. Dia ingin TTP jadi badan layanan umum dan sumber pendapatan daerah.

Mahfud, petani yang tinggal di sekitar, menilai, TTP belum memberikan manfaat banyak bagi warga sekitar. Dia bilang, pernah dua kali belajar pembenihan padi, tetapi belum ada perubahan apa-apa. Dia perlu solusi mengatasi penyakit busuk leher padi dan meningkatkan produksi pada lahan gambut.

Mayoritas lahan di Muara Kelantan, gambut dan lahan pasang surut. Kala musim hujan, panen manual karena mesin tak akan bisa bergerak di gambut basah. Keasaman gambut juga menyebabkan produksi padi paling tinggi empat ton perhektar, sering kurang dari itu.

Acing, Ketua Gabungan Kelompok Tani juga berharap banyak pada TTP. Dia tak ingin penyuluh hanya sosialisasi, lalu beri bantuan bibit dan sejumlah uang. Pendampingan lanjutan untuk hasil pertanian lebih diperlukan petani, bukan lepas begitu saja sebelum mereka mandiri.

Sampai kini, petani belum punya penggilingan dan harus mengangkut hasil panen ke kampung sebelah.

“Program dan pemberdayaan petani harus benar-benar langsung dirasakan petani. Jangan sampai TTP itu jadi gudang hantu.”

Sementara Wakijok, pembenih itik, mengatakan, itik dipelihara di kandang dekat rumahnya. Itik tak terawat sejak TTP jadi UPTD Pertanian. Sebagian hilang saat keluar dari kandang. Dia sudah izin pada Riyanto untuk merawat dengan biaya sendiri dan sepakat bagi hasil dengan TTP. “Tersisa 50 lagi dan mulai bertelur.”

Wakijok dibimbing BPTP sejak awal dan bertanggungjawab bidang perbenihan itik. Sebelum ditempatkan di kandangnya, sebagian itik dibagikan pada petani.

Agus Salim, penyuluh BPTP yang membimbing Wakijok, petani awal mula kurang yakin dengan kegiatan itu, bahkan mencemooh. Listrik belum teraliri juga jadi kendala mendukung teknologi penetasan telur pakai inkubator.

Nurhayati, penyuluh BPTP, menanggapi keluhan petani. Dia melihat petani tak sabar menunggu karena perlu modal cepat menanam kembali.

Untuk menghasilkan benih berlabel sesuai standar pengujian balai benih memerlukan waktu sekian bulan. Persoalannya, di Muara Kelantan, kala itu belum ada listrik dan gudang perbenihan lembab. Cuaca untuk menjemur juga tak mendukung. Balai benih menetapkan kadar air tertentu dalam benih padi yang akan diuji.

“Akhirnya, petani menjual benih itu lebih awal dan mengkonsumsi sebagian,” katanya.

BPTP hanya mengajak petani yang berminat untuk belajar perbenihan padi, holtikultura, buah-buahan termasuk perbenihan itik dan perawatan gudang.

Keterangan foto utama:     Petani menunjukkan penyakit busuk leher pada batang padi. Petani berharap, TTP bisa membantu mereka mengatasi masalah ini. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

sumber: https://www.mongabay.co.id/2019/01/14/bagaimana-kelanjutan-nasib-taman-teknologi-pertanian-riau/

Leave a Comment

Your email address will not be published.