OPINI, Suara Jelata— Pandemi virus Corona (Covid-19) menginfeksi berbagai lini kehidupan, mulai dari sektor kesehatan, ekonomi, bahkan sosial. Pada perekonomian sendiri pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II lalu minus 5,32%.
Dari sektor ketenagakerjaan misalnya, berimbas pada karyawan yang dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati mengatakan angka kemiskinan dan pengangguran diperkirakan akan naik cukup signifikan imbas adanya pandemi
Situasi pandemi Covid-19 yang belum bisa dipastikan kapan berakhir, angka pengangguran terus mengalami peningkatan, di sisi yang lain jumlah angkatan kerja terus bertambah besar.
Sehingga belajar dari situasi pandemi saat ini, pemerintah pusat maupun daerah memiliki momentum untuk mendorong partisipasi kaum muda di dunia pertanian. Karena pada sektor ini, merupakan sektor yang cukup menjanjikan di situasi saat ini, selain sebagai solusi untuk menekan angka pengangguran, juga sebagai solusi untuk ketahanan pangan di Republik Indonesia.
Tetapi, ada beberapa alasan yang menjadikan pertanian kurang diminati oleh angkatan muda, diantaranya karena faktor pendapatan, gengsi dan karir, minim pengetahuan dan keterampilan, akses lahan dan permodalan dan lain sebagainya.
Hal ini juga karena memang sejak dari bangku sekolah dan di lingkungan keluarga persepsi tentang bertani sudah di bentuk sejak dini, orang tua biasa mengatakan kepada anaknya “Laoni massikola nak, aja’ tossi kilao ma maggalung, aja’ muappada tossi aleku (pergi saja sekolah nak, tidak usah pergi bertani, jangan seperti orang tuamu ini)”. Seakan-akan sektor pertanian di anggap sebagai pekerjaan yang tidak mulia.
Oleh karena itu, melihat situasi dan kondisi pandemi Covid-19 saat ini yang membuat angka pengangguran pada angkatan muda semakin meningkat, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu menumbuh kembangkan minat angkatan muda pada sektor pertanian melalui pemberian ntensif dan kebijakan yang berpihak pada petani, terutama pada kalangan anak muda.
Jenis intensif ini bisa beragam sesuai dengan kebutuhan. Misalnya saja, intensif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bertani melalui beasiswa, dukungan pada kegiatan riset dan pengembangan agrobisnis, ataupun pemberian pelatihan-pelatihan yang dikelola secara serius dan berkualitas.
Pada sektor pasar, bisa memberikan intensif berupa fasilitas dan pendampingan agar produk-produk pertanian yang dihasilkan dapat di terima oleh pasar. Sedangkan pada sektor permodalan, dapat berupa intensif dalam bentuk hibah bersyarat, serta pemberian pinjaman tanpa bunga.
Secara makro, kebijakan pemerintah juga harus berpihak pada petani. Misalnya soal kebijakan ekspor dan impor yang harus benar-benar melalui pertimbangan dan aspirasi petani dalam negeri. Agar kesejahteraan petani juga ikut meningkat, sehingga Indonesia yang sebenarnya negara agraris ini bisa surplus pangan. Bahkan semestinya bisa banyak mengekspor hasil-hasil pertania, bukan malah sebaliknya.
Terakhir catatan untuk angkatan muda “Daripada rebahan tidak melakukan apa-apa, tidak ada pemasukan, mending bertani dan berkebun hingga bisa menghasilkan cuan. Sekaligus bisa jadi kesibukan daripada binging tidak ngapa-ngapain, cocok mi toh?”.
sumber: https://suarajelata.com/2021/02/02/masa-pandemi-momentum-menumbuhkan-minat-bertani-bagi-angkatan-muda/